Cari Blog Ini

Jumat, 17 Februari 2012

Suatu itu


Pernah suatu masa itu,
Lampau,
Hanya bayangan yang ada,
Aku tau, namun aku takut mengakhiri,
Hingga benar-benar tinggal masa.

LALINE'S POV
Aku masih saja menatap sesorang didepanku ini tanpa berkedip. Wajahnya putih dan bersih ditambah rambutnya yang dispike menambah kesan nakal. Dia masih saja berceloteh apa saja yang dianggapnya menarik untuk diperbincangkan.
“Kecil, dengerin gue gak sih?”
Kak Raga melambaikan tanganya didepan mukaku. Aku kaget. Ya sosok didepanku tadi bernama Raga Radhitya. Kakak kelasku sekaligus merangkap menjadi kakak yang aku akui sendiri. Maksudnya, dia sudah kuanggap kakakku sendiri.
“Iya gue ndengerin kak!” aku mulai beralibi.
Walau aku dan Kak Raga sudah akrab, tetap saja gengsiku terhadap sosok ini masih tinggi.
“Jadi gimana menurut loe?”
Jederr, mati aku. Aku tadi tidak mendengarkanya berceloteh hingga aku tidak tau apa yang dibicarakanya. Mati. Mati. Mati.
“Gue ngikut aja, kak!”
“Ah, elo gitu, gak seru tau, Cil”
Dia memanyunkan mulutnya, kelihatan mais sekali. Aku tau dia ngambek. Walaupun kak Raga itu cowok tapi manjanya juga gak karuan, apalagi saat denganku. Tipe cowok pemikat wanita banget.
“Iya deh!”
“Iya deh apa Kecil, ngomong yang bener dong?”
Sekarang wajahnya sangat memuakkan.
“Jujur ya kak, gue gak ngedengerin lo tadi?”
“Lhah, iyakan? Elo nglamunin gue ya Cil?”
Aku tersedak. Kaget setengah mati mendengar apa yang barusan dikatakanya. Tepat sasaran sekali dia.
“Males tau gak sih kak nglamunin elo itu!”
“Jadi, gue besok mau ngerjain Si Perawan Tua itu, habisnya tadi gue dihukum ama dia!”
“Kakak, namanya Bu Aya, bukan Perawan Tua. Itu jugakan salah lo, ngapain juga elo nglemparin dia kertas bertuliskan “Will You Marry Me?”
Dia terbahak-bahak. Hingga memegangi perutnya. Aku manyun, sungguh ekspresi yang paling tak kusuka dari dia.
“Ngapain ketawa!” kataku sedikit erteriak
“Hahhaha, kenapa elo sewot sih, sayang?” katanya sambil mencuil daguku.
“Idih, najis gue kak?”
Tawanya makin keras. Sudah aku kira aku masuk peragkapnya. Aku sebal, namun aku juga suka. Dia bener-benar membuatku lupa dengan daratan. Aku mulai tergila-gila denganya. Hei, apa yang tadi aku katakan?.
Tawanya semakin keras, namun tak lama berselang tawanya terhenti. Dia menatapku lekat. Aku semakin anas dingin ditatap seperti itu. Dia masih saja menatapku.
“Dek, elo cantik juga ya waktu marah?”
“Jayus!”
“Hahahahahahaha”, dia tertawa lagi.
Aku teringat saat pertama bertemu denganya,
-FLASHBACK ON-
Hari ini hari pertama ulangan tengah semesteran disekolahku, sekaligus pertama kali aku mengadakan ulangan dibangku SMA. Aku sudak ketar-katir mengingat siapa teman duduku nanti. Apalagi sistem diSMA ini aneh sekali. Untuk kelas 7 akan digabungkan dengan kelas 8 sesuai absen, contohnya anak kelas 10(1) berabsen 01 akan didudukkan dengan anak 11(1) absen 01 pula, begitu seterusnya.
Aku berjalan menuju ruangan 07 yang ada sebelah taman belakang sekolah. Aku menuju kelas itu dengan masih berkomat-kamit membaca beberapa rumus fisika. Aku sampai dibangkuku ketika aku sudah menemukanya. Belakan pojok sebelah cendela, sip. Tempat paling aman sedunia. Aku baru ingat sesuatu, buru-buru kulihat kartu siswa yang ditempet dimejaku. Disebelah kiri copian kartu siswaku dan disebelah kanan copian milik “Raga Radhitya”. Ah cowok, pikirku.
“kringggggg”bel berbunyi, tak selang lama masuk beberapa gerombolan siswa cowok yang kuyakini mereka kelas 11. Aku tidak terlalu peduli dengan gerombolan itu aku masih saja sibuk dengan rumus fisika. Hingga terasa seseorang menghempaskan tubuhnya disebelahku. Aku menengok kearahnya, dia memandangku. Sesaat aku membeku, dia sosok yang ganteng sekali. Manis, putih, ganteng, cool, perfecto.
“Raga, Raga Radhitya” dia mengulurkan tanganya dengan memamerkan deretan gigi putihnya.
“Laline, Randya-“
“Iya gue udah tau, nama lo Ralalinedyary L- Haduh itu bacanya apa? Nama lo sulit banget sih?” katanya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Aku masih membeku melihat sosok disampingku ini, sungguh-sunggu friendly sekali.
“bacanya Elvodessa, tulisanya ini!” kataku sambil menunjung deretan nama yang ada dibangku ku.
“Oh Lvodessa bacanya!, lo lahir diukraina?”
“Kok lo tau?”
“Gue pernah kesana, ke Odessa tepatnya ke laut hitam, ke Kiev, sama ke itulo yang terkenal sama ski nya. Jadi nama lo gabungan kota ya, gue baru ngeh?”
“Iya. L’vov maksud lo?”
“Iya L’vov”
Aku takjub, dia sangat mengenali negara kesukaanku itu. Aku juga sangat menyukai sikapnya itu, walau kebanyakan cowok pendiam itu cool, namun cowok seru itu lebih mengasyikan. Kami mulai tidak canggung, serasa kenal lama. Aku berani jamin, pasti temanya banyak, atau pacarnya juga banyak.
Kami mulai berbincang tentang Ukraina, hingga ke negara liburan paling asyik. Aku sedikit tidak terima saat dia berkata bahwa Paris tidak lebih bagus dibandingkan Las Vegas. Namun, perbincangan itu tak bertahan lama karena guru pengawas telah datang.
-FLASHBACK OFF-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar