Cari Blog Ini

Minggu, 26 Februari 2012

Khianati saja #1


                Entah sudah berapa lama aku duduk terdiam dipojok kamar. Menagisi  semua yang telah terjadi padaku. Mama, papa, Orang munafik itu, dia, serta sahabatku itu. Semua orang seperti bekerja sama membuatku kesal. Aku benci hidupku sendiri.
      Pernah beberapa kali aku mencoba  utuk pergi menanggalkan kesedihanku ini, namun hasilnya tetap sama yaitu Gagal. Entah seperti apa niat dan tekadku ini, hasilnya tetap sama. Mungkin ini memang sudah takdirku?.
      Entahlah, akan kucoba menguatka hati ini lagi! Semoga saja berhasil.

      “’Khiala, ayo sarapan!”, teriak Ina dari belakang pintu kamarku.
      “Bentar Ina!”
      “Cepetan mama papa sudah nunggu!”
      “Iyappp Ina”
Ina adalah sebutanku untuk tante Irena. Kata mama aku bisa memangil tante Irena dengan Ina karena saat aku kecil saudaraku yang dari Padang memanggilnya Ina, jadi aku ikut-ikutan. Ina adalah saudara tiri mamaku. Jadi dulu itu ayah mama mengadopsi Ina dari panti asuhan. Jadi Ina sama sekali tidak mempunyai persamaan genetik denganku.
Ina sangat baik denganku, beliau sangat keibuan. Umurnya baru 30 umurnya lima tahun lebih muda dari mama. Ina belum mempunyai suami (lagi) karena memang masih satu tahun belakangan ini Ina bercerai dengan suamianya dengan alasan tidak jelas. Aku kasihan dengan Ina-ku.
***
Kenapa harus orag-orang yang aku percayai yang mengkhianatiku. Kenapa harus mereka, Tuhan?. Ketika aku mengalami ini satu per satu rasanya aku ada diambang batas kesadaranku, aku tidak dapat mencerna setiap peristiwa ini. Mustahil bagiku. Aku belum dan tidak akan bisa menerima ini semua. Mana bisa seorang anak manja seperti ku merasa kehilangan?. Apalagi tidak pernah seumur hidupku diajari tentang kehilangan. Semua masih lengkap, sebelum satu per satu peristiwa ini terjadi.

“La, Khiala gue minjem catetan lo dong?”
Aku menegang kaget saat seseorang menepuk bahuku. Suara itu, suara yang sangat aku sukai. Diakah yang menepuk bahuku tadi?.
      “Khiala!”, sentaknya sambil menjambak kecil rambutku.
      “Apa sih, Ga”, sentakku sambil menoleh kebelakang bangkuku.
      “Gue minjem catetan fisika. Habis tadi Bu Kurnia dektenya cepet banget!”jawabnya sambil cengar-cengir. Nampak sepasang lesung pipi di kedua pipinya. Aku berbalik mengambil catatan fisika yang ada di atas mejaku.
      “Nih. Gak boleh rusak, kucel, atau sobek!”, kataku sambil menyerahkan buku.
      Tangan kananya mengambil buku yang aku sodorkan, sedang tangan kirinya mengusap pelan puncak kepalaku. “Sippp”, katanya.
Aku menegang seketika. Ragu aku sunggingkan senyumku. Dia nampak biasa saja, seolah sudah biasa melakukan ini ke setiap orang. Sedang aku, aku benar benar hampir pingsan tak percaya dengan apa yang barusan dilakukanya. Aku seperti terbang tinggi, tinggi sekali hingga aku tak bisa turun.
      Sepanjang jam pelajaran aku senyum senyum saja, sehingga teman sebangkuku, Lila, mulai curiga.
      “Lo masih normalkan, La?”tanyanya dengan mimik muka ragu.
      “Masih dong?”, jawabku, tak lupa sebuah senyum lebar aku tampilkan.
      “Lo kenapa sih, La?”, tanyanya lagi seperti tak puas dengan jawabanku barusan.
      “Gue udah bilang gak papa!”
Lila mulai percaya, itu terbukti karena dia sekarang sudah mulai fokus ke papan tulis. Dan aku, jangan tanya aku lagi, aku masih terbang mengingat kejadian tadi.
      Rega, ya dia bernama Rega. Fahrega Wirastama. Dia adalah ketua kelas sekaligus ketua 2 OSIS di SMAku. Dia bertubuh atlentis, tinggi, kulitnya netral (tidak putih dan tidak coklat), wajahnya menyiratkan kebandelan dan kejailan, bermata bening, rambut cenderung kaku sehingga kelihatan seperti spike, jago main basket, pinter fisika, dan tak lupa dia punya dua lesung pipi yang samar. Manis, cool, nakal yang manis dan ramah. Artis pun kalah denganya.
      Sayangnya, Rega mempunyai beberapa list mantan. Dia tidak bisa dibilang playboy, karena dia masih kalah dengan Hendy-playboy sekolahku. Mantan-mantanya kebanyakan masuk katagori populer. Dan aku mulai menyukainya sejak lama. Sejak dia mulai memberiku satu hal baru yang sebelumnya tak pernah ku tau. Jika ada yang bertanya padaku, apa yang paling kamu sukai dalam hidup ini? Aku akan menjawab bahwa aku menyukai gitar dan cerita detektif. Iya, sejak Rega mengenalkan padaku semua hal itu.
          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar